JAKARTA, Arusselatan.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar Indian Ocean Wave Exercise (IOWave) tahun 2023, Rabu (25/10). Agenda rutin dua tahunan ini merupakan pelatihan sistem peringatan dini dan mitigasi tsunami untuk negara-negara di sepanjang tepian Samudera Hindia. Kegiatan ini dilakukan secara daring dan disiarkan langsung dari kantor BMKG Pusat.
Penyelenggaraan IOWave 2023 bertujuan untuk menguji sistem InaTEWS terkait waktu kirim dan tiba, isi dan penerima; menguji pemahaman isi berita dan penerjemahannya menjadi tindakan tanggap bencana; dan menguji rantai peringatan dini terkait uji standar operasional prosedur, keterlibatan para pihak, tautan komunikasi di daerah terkait operator 24/7 termasuk kelengkapan alat komunikasi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Dwikorita Karnawati melalui Plt. Deputi Bidang Geofisika, Hanif Andi Nugraha dalam sambutannya menyampaikan kegiatan IOWave23 merupakan agenda internasional yang diselenggarakan oleh Inter-governmental Commision Group/ Indian Ocean Tsunami Warning System (ICG/IOTWS) secara rutin dan berkala dalam 2 tahunan yang yang diikuti serentak di 28 negara di Samudera Hindia sejak tahun 2009.
“Kegiatan ini juga sebagai perangkat efektif melatih dan menguji SOP Peringatan Dini Tsunami secara “End to End” dari hulu ke hilir yaitu dari Tsunami Service Provider (TSP) kepada National Tsunami Warning Center dan diteruskan ke Disaster Manajemen Office dan Community,” kata Hanif.
Sesuai dengan manual IOWave23 bahwa mekanisme dan skenario yang telah disepakati oleh Task Team IOWave23 terdapat empat skenario latihan dan dilaksanakan pada tanggal 4, 11, 18 dan 25 Oktober 2023. Tiga Skenario latihan tersebut dengan pusat gempa di Nicobar Island, Pantai Iran, Selatan Jawa dan satu skenario non tektonik di Kerguelen Island Australia.
Pilihan dari beberapa skenario ini menjadi kesempatan pada negara-negara di Samudera Hindia untuk memilih scenario yang paling terdampak guna menguji SOP dan dilakukan perbaikan untuk diujikan kembali pada scenario berikutnya.
Hanif menyebut ini adalah salah satu bentuk Kontribusi dan Komitmen kita untuk Inisiatif Global Early Warning For All. Dalam hal ini IOWave menjadi sarana evaluasi bagaimana peringatan dini terkoneksi dari hulu ke hilir. Semua sektor mendapatkan akses peringatan dini akan tetapi akses peringatan dini saja tidak cukup. Pada tingkat hilir warning ini harus direspon dengan cepat, sehingga terwujud Early Warning, Early Action.
“Selain itu IOWave juga menjadi salah satu indikator mewujudkan Tsunami Ready Community. Seluruh masyarakat yang berada di wilayah rawan tsunami, harus terlatih dan paham bagaimana merespon warning, baik tsunami Warning ataupun Natural Warning,” imbuhnya.
Ia menegaskan cita-cita besar untuk mewujudkan zero victims apabila terjadi gempabumi dan tsunami, bukanlah hal mustahil yang tidak mungkin diwujudkan sepanjang seluruh pihak dapat bersama-sama bergotong royong membangun budaya siaga bencana.
“Pemerintah tidaklah dapat bekerja sendiri untuk mengatasinya. Seluruh komponen bangsa baik itu Pemerintah, Akademisi, Dunia Usaha, Masyarakat, dan Media perlu bersinergi untuk terus menggalakkan upaya-upaya mitigasi bencana,” ujarnya.
Peristiwa Tsunami Palu Tahun 2018, dimana tsunami datang sangat cepat sebelum Peringatan Dini Tsunami dikeluarkan, memberikan pelajaran penting bahwa masyarakat adalah kunci yang perlu terus dilatih untuk dapat terampil melakukan evakuasi mandiri agar dapat selamat dari bencana.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami, Daryono menuturkan, IOWave23 exercise menggunakan skenario tsunami dari gempa bumi berkekuatan magnitude 9.0 megatrusht Selatan Jawa di kedalaman 10 km.
“Dimulai serentak di Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Lebih dari 1000 orang akan berpartisipasidalam kegiatan latihan ini,” jelas Daryono.
Latihan ini bertujuan untuk menguji dan mengevaluasi rantai peringatan dini tsunami dan kesinambungan SOP antar pihak. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengisi pemahaman peralatan informasi sehingga melalui pengujian tersebut harapannya dapat mengetahui lebih awal apabila terdapat permasalahan di dalam sistem tersebut.
“Namun Disamping itu sistem peringatan Tsunami tidak dapat berhasil baik jika hanya tergantung pada kemampuan monitoring sebab melainkan penting juga untuk meningkatkan kesiapsiagaan antara Lembaga dan masyarakat,” katanya.
Sementara itu Direktur Peringatan Dini BNPB, Afrial Rosya mengatakan pelaksanaan agenda internasional 2 tahunan ini sebagai bentuk perwujudan dalam menangani penanggulangan bencana di Indonesia. Penyelenggaraan ini merupakan upaya meningkatkan kesiapsiagaan dan persiapan baik masyarakat maupun pemerintah dalam antisipasi bencana tsunami melalui penguatan sistem pernyataan dini tsunami berbasis masyarakat.
“Penyelenggaraan ini tentunya sangat penting bagi Indonesia dalam menguji Bagaimana peringatan dini Tsunami bisa berjalan dengan baik,” ucapnya. (adm)